Kau masih berpakaian kantor petang itu saat kau menjemputku. Kemeja putih celana hitam seperti PNS di setiap hari Rabu. Lengan kemeja kau gulung sesiku. Dengan tangan masuk di kedua saku.
Sumringah yang kutahan ini barangkali mampu kau baca: betapa aku sangat menanti-nanti kau di malam itu. Sebagai jawaban atas sesal sebab kedua lenganmu yang ramah itu tak kusambut empat tahun lalu, di depan panggung, kala sebuah band post-rock menampilkan sebuah lagu.
Kita berjalan kaki di temaram kota ini. Kau genggam tanganku, mendekap aku, dan sesekali kecupan di kening, pipi, dan ujung bibir. Aku berdebar-debar saban malam, beginikah rasanya tak ada lagi jarak seperti dulu?
Kau indah sekali malam ini.
Indah sekali.
Terima kasih sudah berkunjung.
Meski dalam mimpi.